Screenshot video status Facebook Dewy Fitrya Putry.
Dompu, KabarNTB - Sebuah video yang diunggah oleh akun Facebook “Dewy Fitrya Putry” menjadi sorotan publik setelah memperlihatkan kondisi memprihatinkan seorang tenaga kerja wanita (TKW) asal Dompu, Nusa Tenggara Barat, yang tengah berjuang untuk pulang dari Dubai.
Dalam rekaman tersebut, Nurhayati, warga Kelurahan Monta Baru, Kecamatan Woja, terlihat memohon bantuan kepada pemerintah daerah agar segera memulangkannya. Ia mengaku telah bekerja di Dubai selama lebih dari satu tahun, namun dua bulan terakhir kesehatannya menurun drastis akibat kolesterol tinggi, asam urat, dan rematik.
Dalam salah satu adegan, tampak kakinya diikat karena rasa sakit yang tak tertahankan. Nurhayati juga mengungkap bahwa pihak kantor tempatnya bekerja tetap memaksanya bekerja meski dalam kondisi lemah.
“Saya minta bantuan ke Bupati Dompu, ke Gubernur NTB. Tolong keluarkan saya dari kantor di Dubai ini, saya sakit tidak bisa berjalan, kaki ini diikat karena tidak tahan sakit,”
Video tersebut diunggah pada Jumat, 10 Oktober 2025, sekitar pukul 17.00 WITA. Nurhayati juga menyebut bahwa ia mengalami luka setiap malam hingga menangis, namun takut melapor karena khawatir mendapat perlakuan buruk dari oknum kantor.
“Saya tidak berani memberitahukan ini. Kalau saya sembuh, saya mau kembali ke sana. Tapi tolong saya dulu dari sini, jangan sampai saya binasa di negara orang,”
Permintaan Nurhayati untuk dipulangkan tidak mudah. Ia dihadapkan pada tuntutan ganti rugi sebesar Rp70 juta jika ingin keluar dari kontrak kerja. Praktik semacam ini bukan hal baru dalam kasus pekerja migran yang diberangkatkan melalui jalur tidak resmi.
Kasus serupa pernah dialami Tarini, TKW asal Brebes, yang diancam harus membayar Rp30 juta saat ingin pulang dari Oman. Situasi ini diperparah oleh kontrak kerja yang masih berlaku dan keberangkatan yang tidak sesuai regulasi, membuat pekerja rentan terhadap eksploitasi.
Pemerintah Indonesia sempat menerapkan moratorium pengiriman TKI untuk sektor rumah tangga ke sejumlah negara Timur Tengah, termasuk Arab Saudi, sebagai bentuk perlindungan terhadap kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia.
Namun, wacana pembukaan kembali penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke Arab Saudi kembali mencuat. Presiden Prabowo telah menyetujui rencana tersebut, meski pencabutan moratorium masih ditunda demi memastikan sistem perlindungan yang lebih kuat.
Dalam regulasi terbaru, penempatan pekerja migran secara ilegal atau tidak sesuai kontrak dapat dikenai sanksi pidana berdasarkan Undang-Undang PPMI. Pelaku bisa dijatuhi hukuman hingga 10 tahun penjara atau denda maksimal Rp15 miliar.
Meski demikian, penanganan kasus seperti Nurhayati kerap terkendala oleh minimnya bukti, lokasi kerja di luar negeri, dan koordinasi antar lembaga.
Nurhayati berharap agar Bupati Dompu dan Gubernur NTB segera mengambil langkah konkret untuk memfasilitasi kepulangannya. Ia tak ingin menjadi korban selanjutnya di negeri orang, ketika tubuhnya sudah tak mampu lagi menahan beban kerja dan penyakit.
(*)