Polemik 'Dana Siluman' DPRD NTB, Diskusi Jumat Menggugat Lanjutan Soroti Peran Para Pihak Terlibat

Polemik 'Dana Siluman' DPRD NTB, Diskusi Jumat Menggugat Lanjutan Soroti Peran Para Pihak Terlibat
Forum "Jumat Menggugat" di Tuwa Kawa Coffee & Roastery, pada Jumat (29/8) malam. 

Mataram, KabarNTB
- Polemik 'dana siluman' yang menyeret nama sejumlah anggota DPRD NTB kembali menjadi topik hangat dalam forum "Jumat Menggugat" yang diinisiasi oleh Pengurus Wilayah GP Ansor NTB dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) GP Ansor NTB. Diskusi kali ini lebih dalam mengupas peran krusial berbagai pihak dalam kasus dugaan korupsi yang sedang diselidiki Kejaksaan Tinggi NTB.

Bertempat di Tuwa Kawa Coffee & Roastery, diskusi yang berlangsung pada Jumat (29/8) malam itu dihadiri oleh beragam tokoh, mulai dari akademisi, politisi, praktisi hukum, hingga aktivis dan mahasiswa. Diskusi ini dipandu langsung oleh Ketua LBH Ansor NTB, Abdul Majid.

Tiga narasumber utama turut hadir untuk memberikan pandangannya: TGH Najamudin Mustafa (anggota DPRD NTB periode 2019–2024), Prof. Zainal Asikin (Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Mataram), dan Nurdin Ranggabarani (mantan anggota DPRD NTB).

Ketua PW Ansor NTB, Dr. Irpan Suriadinata, menekankan bahwa Najamudin dan Prof. Asikin dipilih karena kredibilitas dan pengetahuan mendalam mereka terkait isu ini. Irpan menyatakan, diskusi ini merupakan bentuk tanggung jawab sosial untuk memberikan informasi yang benar, berdasarkan data dan kajian komprehensif.

"Kritik yang kita sampaikan harus konstruktif demi NTB yang lebih baik," ujar Irpan. Ia menegaskan, forum ini terbuka bagi semua pandangan, baik pro maupun kontra, agar publik bisa mendapatkan gambaran yang objektif.

Dana Setan, Bukan Siluman

TGH Najamudin, sebagai pihak yang pertama kali mengungkap isu ini ke publik, menjelaskan bahwa persoalan dana siluman bermula dari pergeseran anggaran Pokok Pikiran (Pokir) oleh Pemerintah Provinsi melalui Peraturan Gubernur (Pergub). Menurutnya, Pokir adalah hak rakyat yang dititipkan kepada anggota dewan, sehingga pergeseran tanpa konfirmasi merupakan penyalahgunaan wewenang.

"Pokir itu bukan milik pribadi anggota DPRD, tapi hak rakyat. Tiba-tiba digeser tanpa sepengetahuan pemiliknya. Inilah penyalahgunaan kewenangan," tegas Najamudin.

Ia juga mengungkapkan adanya dugaan kuat bahwa dana yang dibagi-bagikan kepada anggota DPRD baru bersumber dari Pokir yang digeser tersebut. Menurutnya, hal ini adalah bentuk konspirasi antara oknum pemerintah provinsi dan legislatif.

Prof. Zainal Asikin bahkan menggunakan istilah yang lebih tajam. Ia menyebut dana yang sedang ramai dibicarakan ini sebagai "dana setan", karena tidak ada kebaikan sedikit pun di dalamnya.

"Kalau masih ada kebaikan bisa disebut siluman. Tapi ini sama sekali tidak ada baiknya. Ini dana setan," ujar Prof. Asikin.

Menurutnya, pergeseran anggaran tidak boleh dilakukan sembarangan tanpa melalui mekanisme APBD Perubahan. Ia juga menegaskan bahwa uang yang diterima pejabat publik tanpa dasar jelas masuk kategori gratifikasi.

Simpul Masalah dan Tantangan Penegakan Hukum

Mantan anggota DPRD NTB, Nurdin Ranggabarani, mengidentifikasi enam pihak yang diduga terlibat, termasuk Gubernur, DPRD, dan "operator" di internal DPRD yang memfasilitasi pembagian uang. Ia menduga simpul masalah utama berada pada operator ini, yang seharusnya menjadi fokus pemeriksaan aparat penegak hukum.

"Tangkap dulu yang lima ini. Jangan sampai kita tinju sembarang orang, padahal mungkin dia tidak bersalah," ujar Nurdin, menekankan perlunya pemetaan aktor yang jelas.

Peserta diskusi lainnya, seperti H. Ruslan Turmuzi dan Samsul Qomar, juga sepakat bahwa kasus ini merupakan hasil konspirasi antara eksekutif dan legislatif. Mereka menyoroti kelambanan aparat hukum dalam menindaklanjuti kasus yang bukti-buktinya sudah terang benderang.

Aktivis NTPW, Behor, mengajak publik untuk mencermati korelasi antara Pokir, dana yang disebut "setan", dan Pergub. Ia menilai efisiensi anggaran seharusnya tidak dilakukan dengan cara yang tidak sah.

Politisi Syawaludin Alsasaki bahkan menantang Kejaksaan Tinggi NTB untuk segera menetapkan tersangka. "Kalau Kejati NTB takut, mari kita bawa langsung ke KPK. Jangan biarkan uang rakyat jadi bancakan," tandasnya.

Sebagai penutup, TGH Najamudin kembali menegaskan bahwa akar masalahnya adalah penyalahgunaan wewenang melalui Pergub yang ilegal. Ia menantang publik untuk bersama-sama melapor ke KPK jika penanganan kasus ini lamban.

Prof. Asikin mengingatkan pentingnya kehati-hatian dalam proses hukum, namun tetap menegaskan bahwa kasus ini harus segera ditindak. Nurdin Ranggabarani menekankan bahwa kerusakan fungsi DPRD saat ini berasal dari segelintir pihak, dan mereka harus diproses secara hukum.

Apakah diskusi ini akan terus berlanjut? Abdul Majid, moderator, menyatakan bahwa pihaknya siap mengadakan diskusi lanjutan, mungkin dengan tema khusus yang mendorong aparat penegak hukum untuk segera menangkap operator dana siluman ini.

"Diskusi ini tidak untuk menggiring opini menyalahkan pihak tertentu, melainkan memberi informasi jernih berdasarkan fakta dan kajian. Publik berhak tahu, dan aparat hukum wajib menindaklanjuti," tutup Abdul Majid.

(rp/s)

Baca Juga
Posting Komentar