Kejati NTB Dalami Dugaan Korupsi Dana Pokir, Ketua DPRD Bisa Dipanggil
![]() |
Ilustrasi |
Mataram, KabarNTB – Penyelidikan dugaan korupsi dana pokok-pokok pikiran (Pokir) DPRD Nusa Tenggara Barat (NTB) tahun anggaran 2025 terus berlanjut. Tim Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB kini telah memeriksa sejumlah anggota legislatif secara bergilir, termasuk Wakil Ketua DPRD.
Pada Kamis (31/7/2025), dua anggota DPRD NTB, Marga Harun dan Ruhaiman, dipanggil dan menjalani pemeriksaan oleh penyidik. Sebelumnya, telah ada empat anggota dewan lain serta dua Wakil Ketua DPRD NTB yang turut diperiksa, antara lain Lalu Wirajaya dan Yek Agil.
Kepala Kejati NTB, Wahyudi, menegaskan bahwa proses penyelidikan masih berlangsung. Ia tidak menutup kemungkinan Ketua DPRD NTB, Baiq Isvie Rupaeda, juga akan dipanggil jika dibutuhkan. "Kita evaluasi dulu. Kalau keterangannya diperlukan, tentu akan kita panggil," ujarnya saat diwawancarai usai pelantikan pejabat di Kejati NTB, Kamis (31/7).
Penyelidikan tersebut dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan Nomor PRINT-09/N.2/Fd.1/07/2025 tertanggal 10 Juli 2025. Dalam proses ini, sejumlah saksi dari legislatif maupun eksekutif telah dimintai keterangan, termasuk Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) NTB, Nursalim.
Dugaan Pemotongan Dana Pokir dan “Fee” untuk Anggota Baru
Kasus ini mencuat setelah adanya dugaan pemotongan dana Pokir milik anggota DPRD NTB periode 2019–2024 yang tidak terpilih kembali. Pemotongan dilakukan setelah APBD 2025 disahkan dan Pokir sudah tercantum dalam Daftar Pelaksanaan Anggaran (DPA).
Mantan anggota DPRD NTB, Najamuddin Mustafa, mengungkap bahwa sebanyak 39 legislator lama tidak lagi mendapatkan alokasi penuh program Pokir. Yang seharusnya mendapatkan Rp4 miliar, hanya menerima sekitar Rp1 miliar. Najamuddin menyebut, potongan ini kemudian dialihkan kepada anggota baru, yang diduga menerima "jatah program" senilai Rp2 miliar—tidak dalam bentuk kegiatan, melainkan berupa uang “fee” hingga 15 persen atau sekitar Rp300 juta per orang.
Menurutnya, pemotongan ini tidak logis dilakukan oleh pimpinan DPRD, karena secara administrasi telah disahkan menjadi program resmi. Dalam pertemuan dengan Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal, sang gubernur membantah keterlibatannya dan menyatakan hal itu sebagai domain teknis dewan.
Namun, Najamuddin menyebut penjelasan tersebut janggal dan menyarankan agar penegak hukum menyelidiki lebih dalam kemungkinan adanya distribusi dana yang tidak sah atau "uang siluman" kepada para legislator baru.
Respons Legislator yang Diperiksa
Usai menjalani pemeriksaan, Marga Harun mengatakan dirinya hadir atas inisiatif pribadi dan enggan menjelaskan lebih lanjut kepada media. "Tanya langsung ke penyidik ya," ujarnya singkat.
Dugaan skema korupsi ini dinilai mencoreng integritas lembaga legislatif daerah dan membuat proses legislasi menjadi sarat kepentingan. Sejumlah pihak berharap agar Kejati NTB menuntaskan kasus ini secara transparan dan menyeluruh.
(ai/kn)