Walhi Soroti Kegagalan Pengelolaan Sampah di NTB: Hanya Gimik Tanpa Industri Pengolahan

Walhi Soroti Kegagalan Pengelolaan Sampah di NTB: Hanya Gimik Tanpa Industri Pengolahan
Ilustrasi

Target Nol Emisi 2050 Dinilai Mustahil Tercapai

Mataram, KabarNTB – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Nusa Tenggara Barat (NTB) menilai program pengelolaan sampah yang dijalankan pemerintah daerah hanya sebatas pencitraan. Meski pemerintah gencar mengampanyekan pemilahan sampah dan prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle), namun hingga kini belum ada langkah serius untuk membangun industri pengolahan sampah sebagai pendukung utama.

Direktur Walhi NTB, Amri Nuryadin, mengatakan implementasi program 3R mustahil dilakukan tanpa kehadiran fasilitas industri pengolahan yang mumpuni. “Kalau tidak ada industrinya, mau diapakan sampah yang sudah dipilah? Akhirnya hanya numpuk lagi di TPA,” ujar Amri, Sabtu (26/7/2025).

Pemilahan Sampah Dinilai Gagal

Amri menyebut program pemilahan sampah yang digembor-gemborkan pemerintah tidak berdampak signifikan terhadap pengurangan volume sampah di NTB. Bahkan, ia menilai program tersebut hanya sebagai pencitraan tanpa langkah konkret.

“Setelah dipilah, tidak ada proses lanjutan. Ini menunjukkan pemerintah hanya mengejar citra seolah sudah peduli lingkungan, padahal realitanya nihil,” tegasnya.

Ia menekankan bahwa tanpa dukungan industri daur ulang dan sistem pengelolaan terintegrasi, program seperti ini hanya akan membuang energi dan anggaran.

Produksi Sampah Naik, Target NZE Diragukan

Berdasarkan data Pemprov NTB, produksi sampah harian terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2024, volume sampah mencapai 871 ton per hari, namun hanya sekitar 36 persen yang berhasil dikelola.

Data Walhi menunjukkan tren serupa sejak 2019:

  • 2019: 823 ton/hari, terkelola 39,54%
  • 2020: 832 ton/hari, terkelola 36,20%
  • 2021: 841 ton/hari, terkelola 35,42%
  • 2022: 851 ton/hari, terkelola 36,41%
  • 2023: 860 ton/hari, terkelola 36,52%
  • 2024: 871 ton/hari, terkelola 36,32%

Amri menyebut kondisi ini bertolak belakang dengan target ambisius NTB untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) pada 2050, lebih cepat dari target nasional. “Kalau tren ini terus berlanjut, jangankan nol emisi, kita justru menuju krisis lingkungan,” katanya.

Lebih jauh, ia membeberkan temuan mikroplastik di sungai Kota Mataram. Dari 100 liter air, ditemukan 28 partikel mikroplastik. “Ini bukti bahwa pengelolaan sampah kita gagal dan dampaknya sudah masuk ke ekosistem air,” ujarnya.

NTB Resmi Masuk Status Darurat Sampah

Pemerintah Provinsi NTB menetapkan status Darurat Sampah, menyusul overload-nya Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Regional Kebon Kongok di Lombok Barat. Penjabat Sekda NTB Lalu Moh. Faozal menyatakan penetapan status ini akan mempermudah penganggaran serta percepatan solusi darurat dan jangka menengah.

Sementara itu, Gubernur NTB Lalu Muhammad Iqbal telah mengusulkan kepada pemerintah pusat agar NTB masuk dalam program Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) sebagaimana diatur dalam Perpres 35 Tahun 2018. Saat ini, hanya 12 kota di Indonesia yang mendapat prioritas dalam program tersebut.

Dorongan PLTSa Masuk RUPTL 2025–2030

Dalam pertemuan dengan General Manager PLN Unit Induk Wilayah NTB Sri Heny Purwanti, Gubernur Iqbal menegaskan pentingnya memasukkan PLTSa ke dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2030. Hal ini dinilai penting dalam mendukung transformasi NTB sebagai destinasi pariwisata yang zero waste.

“Kalau NTB ingin tetap jadi destinasi wisata unggulan, maka tidak ada pilihan selain mengelola sampah dengan serius dan menjadikannya sebagai sumber energi,” ujar Iqbal.

PLN menyatakan komitmennya mendukung rencana tersebut dengan melakukan koordinasi lintas kementerian agar proyek PLTSa di NTB dapat terealisasi dalam waktu dekat.

(ai/kn) 

Baca Juga
Posting Komentar