Diduga Perkosa Anak Kandung Selama Dua Tahun, Seorang Pria di Lombok Barat Jalani Observasi Kejiwaan
![]() |
Ilustrasi |
Lombok Barat, KabarNTB – Seorang pria berinisial WD (38), warga Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), tengah menjalani pemeriksaan intensif oleh pihak kepolisian setelah diduga memperkosa anak kandungnya sendiri yang masih berusia 10 tahun. Tindakan tidak manusiawi tersebut diduga terjadi berulang kali sejak tahun 2022 hingga akhir 2024.
Kasus ini saat ini ditangani Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polresta Mataram, dan masih berada dalam tahap penyelidikan.
Berulang Kali di Lokasi Berbeda
Kepala Sub Unit I PPA Satreskrim Polresta Mataram, Aiptu Sri Rahayu, membenarkan bahwa pihaknya telah menerima laporan resmi dari keluarga korban dan langsung melakukan pendalaman terhadap bukti-bukti awal.
“Laporannya sudah masuk, dan saat ini kami masih melakukan penyelidikan serta mengumpulkan alat bukti tambahan,” ujar Rahayu kepada media, Selasa (29/7/2025).
Dari hasil pemeriksaan sementara, diketahui bahwa WD melakukan perbuatan tersebut setelah berpisah dengan istrinya. Sejak itu, ia tinggal satu rumah bersama anak perempuannya yang kemudian menjadi korban.
Perbuatan pertama terjadi pada 2022 di kamar mandi rumah. Saat itu korban baru pulang sekolah. Pelaku meminta korban membuka pakaian dan menyuruhnya berbaring di lantai kamar mandi. Dari keterangan korban, perbuatan itu meninggalkan bekas luka fisik, termasuk ditemukannya bercak darah.
Perbuatan berikutnya terjadi di kebun milik kakek korban, kemudian saat pelaku sempat membawa korban ke Bali, dan terakhir pada November 2024 di kediaman mereka di Lombok Barat.
Memiliki Riwayat Gangguan Jiwa
Dugaan pemerkosaan ini menjadi semakin kompleks setelah diketahui bahwa pelaku memiliki riwayat gangguan kejiwaan. Informasi dari pihak keluarga menyebutkan WD pernah terdaftar sebagai pasien dengan masalah mental dan memiliki kartu kuning dari fasilitas kesehatan.
“Pelaku terakhir kali menjalani kontrol ke rumah sakit jiwa pada 2021. Sejak itu, ia tidak lagi menjalani pengobatan atau minum obat secara teratur,” jelas Rahayu.
Dalam pemeriksaan, WD juga menyebut sering mengalami bisikan dan dorongan dari halusinasi, yang bahkan memengaruhi keputusan rumah tangganya, termasuk perceraian dengan istrinya.
Status Hukum Bergantung Hasil Observasi Medis
Saat ini, WD telah ditempatkan di rumah sakit jiwa untuk menjalani observasi selama 14 hari guna mengetahui sejauh mana kondisi kejiwaannya memengaruhi kesadaran hukum.
“Jika hasil observasi menunjukkan bahwa yang bersangkutan dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya secara hukum, maka proses penyidikan akan segera dilanjutkan,” tegas Rahayu.
Meski WD membantah semua tuduhan, penyidik menyatakan bahwa unsur pidana dalam kasus ini telah terpenuhi, didukung oleh keterangan korban dan hasil visum et repertum. Pemeriksaan lanjutan dari psikolog terhadap korban juga akan dilakukan untuk memperkuat proses hukum.
(ai/kn)